Ambisi Tanpa Hati = 0

ambition-poster-c10316003.jpeg

 

Manusia selalu memiliki cita-cita dan ambisi dalam hidupnya dan itu wajar.

Aku, anda dan mereka pasti memiliki cita-cita yang keren dan ambisi didalamnya.

Banyak orang yang bertanya mengapa hal itu perlu? Dan mengapa seseorang sampai harus bersusah payah dan mengeluarkan kemampuan dan segalanya untuk menggapai angan dan ambisi yang sudah ada?

Saya, juga punya cita-cita dapat menjadi pemimpin yang baik. Baik dalam hidup saya sendiri bahkan sampai di organisasi kampus. Tidak munafik dan jujur saya katakan ambisi saya kali ini.

Ambisi saya adalah

harus menjadi salah satu yang terbaik dalam organisasi di kampus saya. Tidak tahu mengapa cita-cita atau bisa dikatakan ambisi ( kalau kita sudah terlalu ingin mewujudkannya ) itu muncul.

Jujur saya dulunya tidak pernah membayangkan hal itu menjadi ambisi saya kali ini. Tapi entah mengapa semenjak saya ada di bangku Humas BEM kampus saya, tiba-tiba hal itu muncul.

Pepatah mengatakan if we get some, we lose some. Yeah hal itu terjadi pada saya!

Saya tidak lagi dapat hang out bareng geng saya meski sekedar karaoke bareng. Tapi disisi lain saya dapat banyak teman baru di kepanitiaan yang selama ini saya ikuti. Saya dapat menambah relasi.

Saya lebih berkonsentrasi pada kepanitiaan saya ( konyol memang ) dan bermalas ria untuk urusan perkuliahan. Karenanya saya dapat banyak tenang how to be a great leader, how to be to manage a good tim sampai hidupku yang dulunya nggak terorganisir dengan baik sekarang berubah total. Tapi jelas aku kehilangan nilai sempurna untuk tugas, tes kecil dan ujianku.

Baru-baru in saya mengikuti kepanitiaan P3K MABA ( kepanitiaan ospek ) untuk menyambut MABA ( mahasiswa baru ). Saya mendaftar di divisi evaluasi ( divisi yang berhubungan dengan tata tertib dan pelanggaran terhadap tata tertib. Langsung berada dibawah ketua umum ) untuk tahun yang kedua. Saya ditunjuk menjadi sub koor Administrasi yang mengurus masalah kartu pelanggaran, barang sita, sistem apel, sistem barang sita dan sistem yang lainnya yang cukup memeras otak dan ide.

Kesusahan dalam menyelesaikan job desk? Tentu tidak, karena dulu saya pernah memasuki divisi yang sama dan tahu mana yang kurang mana yang lebih.

Tapi yang jadi kelemahan saya adalah:

  • Saya tidak punya hati dalam kepanitiaan ini.

Kenapa? Pertama karena visi dan misi yang terlalu, terlalu, dan terlalu Kristen ( maaf bagi yang agama Kristiani atau Kristen saya tidak ada maksud apa-apa ) melihat saya sendiri tidak beragama Kristiani tetapi tetap respek terhadap semua agama yang ada.

Pada awalnya saya hanya iseng mendaftar karena saya piker kalau saya tidak keterima magang di Hard Rock FM Surabaya, maka saya bisa ikut kepanitiaan ini dan tidak nggangur di rumah.

Tapi saya menyesal ketika saya tahu saya diterima di divisi yang ingin saya masuki.

Saya rasa saya telah bertindak bodoh dengan mendaftar di divisi ini tanpa memperdulikan magang saya yang akhirnya diterima.

Saya mencoba untuk nego dengan koordinator saya ( ketua divisi evaluasi ) bahwa saya tidak sanggup untuk lanjut dan ingin mengundurkan diri. Tapi dia tidak mengijinkan saya untuk mundur.

Well akhirnya sampai sekarang saya memutuskan untuk lanjut. ( meski dengan berat hati )
Tapi apa yang terjadi?
Saya tidak mengerjakan semua atau apa yang menjadi job desk saya dengan hati dan rasa suka yang mendalam, tapi hanya dengan otak dan ambisi.
Bahkan saya belum dapat dinilai sebagai sub koor yang baik yang dapat akrab dengan 5 anak buah dibawah saya.

Saran nih buat RD Lovers:
Jangan sampai ambisi mengalahkan hati.

Karena sesuatu yang tidak kita sukai namun kita paksakan untuk tetap dilakukan karena ambisi kita yang ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa kita bisa justru akan jadi boomerang.
Otak dan ambisi kadang bisa mengalahkan hati demi sesuatu yang semula kelihatanya baik namun akhirnya menjadi tidak sempurna karena kita tidak dapat santai untuk mengerjakannya.
Jangan berlaku bodoh seperti saya. Banyak-banyaklah berpikir akan semua keuntungan dan resiko dari cita-cita dan ambisi yang kita ingin capai.

Karena Ambisi tanpa hati dan otak = 0 atau percuma.

9 thoughts on “Ambisi Tanpa Hati = 0

  1. AdhiRock says:

    Tapi sebagai profesional… kita harus bisa menyelesaikan pekerjaan se-optimal mungkin walaupun disisi lain hati kita tdk menikmati pekerjaan itu, lingkungan tdk kondusif, pekerjaannya kurang menarik dll.

    Saya yakin para eksekutor penembak mati pasti mengalami konflik batin yang luar biasa, tapi mereka tetap melaksanakan tugasnya krn mereka profesional dgn pekerjaannya.

    Saya tdk bisa membayangkan bagaimana tertekannya Hotman Paris Hutapea saat membela Lidya Pratiwi yg notabene-nya pembunuh… tapi he did it, hatinya mengatakan tidak tapi dia harus melakukannya krn dia profesional dgn pekerjaannya.

  2. regsa says:

    pertama emang ngak pake hati, tapi lama kelamaan belajar untuk mencintai . Bukan kah witing tresno jalaran ra ono sing liyo…..walah OOT .
    rgrd

  3. evelyn pratiwi yusuf says:

    Wah kalo Hotman Paris mah bukan profesionalitas atuh bang, itu namanya kejar setoran. 🙂
    Saya sudah mencoba terus bekerja dengan sisa profesionalitas yang masih ada.
    Doakan saya ya semoga bisa bekerja dengan maksimal bang Adhi.

    Wah bang regsa, belajar mencintai itu keliatannya gampang ya, tapi kalo dijalani susaaaaaaaaahhhhhhhhh banget…:)

    Bang kampret, saranmu itu boleh juga ya, kalau ambisi diganti ama optimisme keren juga tuh. Tapi kalau terus optimis dan berlebihan bukannya ntar ambisi juga yang akan muncul? 🙂

    Thanks ya buat komennya dari fans barunya Red Devil : regsa, kampret, dan batman. Sering kunjung2 ya 🙂

  4. Yusuf A. M. Sujono says:

    Ambisi tanpa hati? Mana bisa ambisi tanpa hati? Ketika seseorang berambisi, dia sudah menaruh emotion di dalam pekerjaannya.

    But, I know exactly what you mean ‘coz i’m also living it now. Many people don’t even know what they want. Furthermore, less people know what they want and be able to get their wants. Yet, there are a few people be happy after they get what they want.

    Yang kamu alami saat ini bukanlah ambisi yang salah tersalurkan, tetapi keinginan yang salah teridentifikasikan. Be carefull for what you want.

    In this world, we don’t inherit time from our ancestors. We borrow from our children. There’ll still be a brighter future. Do not flaterred by fear, you gotta believe it that there is reason you’re there. Time would not be the same again.

  5. riawibisono says:

    Ambisiku sekarang adalah jadi sarjana!!! hehehe….
    Btw Evelyn, you must be consequent with ur choice to be the committee of P3K…. yeah, masak sih kamu nggak ngerti visi misi P3K tahun ini sebelum daftar? kalau udah tau tapi tetep berani daftar, ya harus konsekuen lah… nggak ada kepanitiaan atau organisasi yang 100% perfect….
    just try to enjoy and learn something from it…
    aku juga (berusaha) nggak nyesel kok dengan pilihanku dulu untuk masuk di MPM. kalaupun aku akhirnya mengundurkan diri, itu masalah prinsip lah… soalnya sudah kebacut alias parah banget keadaannya….

  6. evelyn pratiwi yusuf says:

    Sebenernya sejak awal aku daftar karena iseng, berasumsi bahwa kalo magangku nggak keterima aku nggak ngganggur dirmh karena ada P3K MABA. Tapi hal itu muncul ketika aku tahu dan dapat menerima visi serta misi dari awal.
    Tapi lambat laun selama berjalannya waktu kebelakang, kok visi misi itu sudah tidak lagi berkenan di hatiku?
    Dan mempengaruhi kinerjaku.
    Tapi aku akan tetap berusaha semaksimal mungkin untuk menunaikan segala resiko yang telah aku ambil dengan kerja yang tetap profesionalisme.
    Doakan 🙂
    Memangnya cup itu siapa ya Ria? 🙂

Leave a reply to riawibisono Cancel reply